Kontrol
Kinetika Dan Kontrol Termodinamik Reaksi Senyawa Organik
Beberapa reaksi
kimia mempunyai kemampuan untuk menghasilkan lebih dari satu produk. Jumlah
relatif dari produk yang dihasilkan lebih sering tergantung pada kondisi reaksi
saat reaksi berlangsung. Perubahan pada jumlah reaktan, waktu, temperatur, dan kondisi
yang lain dapat memperngaruhi distribusi pembentukan produk dari reaksi kimia
tersebut.
Alasannya dapat
dimengerti dari dua konsep penting yaitu:
1. Stabilitas
relatif secara termodinamik dari produk yang dihasilkan.
2. Kecepatan
relatif secara kinetik pada saat produk terbentuk.
Kontrol Kinetik dan
Kontrol Termodinamik
Ada banyak hal
dalam mana suatu senyawa di bawah kondisi reaksi yang diberikan dapat mengalami
reaksi kompotisi menghasilkan produk yang berbeda.
|
![]() |
Gambar 5.4
memperlihatkan profil energi-bebas untuk suatu reaksi dalam mana B lebih stabil
secara termodinamika daripada C (∆G lebih rendah),
tapi C terbentuk lebih cepat (∆G ‡ lebih rendah).
Jika tidak ada satupun reaksi yang revesibel maka C akan terbentuk lebih banyak
karena terbentuk lebih cepat. Produk tersebut dikatakan terkontrol secara kinetik
(kinetically controlled). Akan tetapi, jika reaksi adalah reversibel
maka hal tersebut tidak menjadi penting. jika proses dihentikan sebelum
kesetimbangan tercapai maka reaksi akan dikontrol oleh kinetik karena akan
lebih banyak diperoleh produkyang cepat terbentuk. Akan tetapi jika reaksi dibiarkan sampai mendekati kesetimbangan
maka produk yang akan dominan adalah B. di bawah kondisi tersebut, C yang
mula-mula terbentuk akan kembali ke A, sementara B yang lebih stabil tidak berkurang
banyak. Maka dikatan bahwa produk terkontrol secara termodinamik (thermodynamically
controlled). Tentu saja Gambar 5.4 tidak menggambarkan semua reaksi dalam
mana senyawa A dapat memberikan dua produk. Di dalam banyak hal, produk yang
lebih stabil adalah juga merupakan produk lebih cepat terbentuk. Di dalam hal
yang demikian, produk kontrol kinetik adalah juga produk kontrol termodinamika.
A. Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi
Untuk terjadinya
reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah Dari pada energi
bebas reaktan, yakni ∆G harus negatif.
Reaksi dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika
energi bebas ditambahkan. Seperti halnya air di atas permukaan bumi, air hanya
mengalir ke bawah dan tidak pernah mengalir ke atas (meskipun air dapat dibawa
ke atas atau menggunakan pompa), molekul-molekul mencari energi potensial yang
paling rendah mungkin. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H
dan entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:
∆G = ∆H – T∆S
Perubahan
entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan energi ikat (meliputi energi
resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan dengan produk. Perubahan entalpi
dapat dihitung dengan menjumlahkan semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi
dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan dengan perubahan
energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi. Perubahan entropi menyatakan
ketidak teraturan atau kebebasan sistem. Semakin tidak teratur suatu sistem maka
semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi rendah
dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun sedangkan
entropi spontan meningkat.
Bagi kebanyakan
reaksi, pengaruh entropi adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan
apakah reaksi dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis
tertentu, entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini
akan dibicarakan beberapa contoh tentang hal tersebut.
1.
Umumnya
entropi cairan lebih rendah daripada gas karena molekul gas mempunyai kebebasan
dan ketidak-teraturan yang lebih besar. Tentu saja padatan lebih rendah lagi.
Suatu reaksi dalam mana semua reaktannya adalah cairan dan satu atau lebih
produknya adalah gas, maka secara termodinamika lebih disukai karena entropi
yang meningkat; konstanta kesetimbangan reaksi ini akan lebih tinggi daripada
reaksi yang produknya tidak ada yang berupa gas.
2.
Di
dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding dengan molekul
reaktannya (contoh, A + B → C
+ D), pengaruh entropi biasanya kecil; tapi jika jumlah molekuknya meningkat
(contoh, A → B + C), ada
tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul maka lebih banyak
pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi dalam mana terjadi pemecahan
molekul menjadi dua atau lebih bagian maka secara termodinamika lebih disukai
karena faktor entropi. Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk
lebih sedikit daripada molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan
entropi, dan dalam hal seperti itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar
juga untuk mengatasi perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.
3
Meskipun
reaksi dalam mana terjadi pembelahan molekul menjadi dua atau lebih adalah
lebih disukai karena efek entropi, tapi banyak potensi reaksi pembelahan tidak
terjadi karena peningkatan entalpi yang sangat besar. Sebagai contoh pembelahan
etana menjadi dua radikal metil. Dalam hal ini satu ikatan 79 kkal/mol harus
putus, dan tidak ada pembentukan ikatan untuk mengimbangi peningkatan entalpi
ini. Akan tetapi etana dapat dipecah pada suhu tinggi, hal sesuai dengan
prinsip entropi menjadi lebih penting dengan meningkatnya suhu, seperti yang
tampak sangat jelas dari persamaan ∆G = ∆H – T∆S. Suku entalpi
tidak tergantung pada suhu, sedangkan suku
entropi berbanding langsung dengan suhu mutlak.
4
Molekul
rantai terbuka mempunyai entropi yang lebih besar daripada molekul lingkar
karena lebih banyak konformasinya. Pembukaan cincin berarti penambahan entropi
dan penutupan berarti pengurangan entropi.
B. Persyaratan Kinetik Reaksi
Reaksi yang
dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai ∆G negatif. ∆G yang negatif
memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang cukup untuk
berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk
menghasilkan H2O mempunyai ∆G negatif, tapi
campuran H2
dan
O2 dapat disimpan
pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti. Untuk
terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi ∆G‡ harus ditambahkan.
Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 5.2 yang merupakan profil energi
untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini,
absis menandai kemajuan reaksi. ∆Gf ‡ adalah energi
bebas aktivasi untuk reaksi maju.

Gambar 5.2 Profil energi
bebas reaksi tanpa spesies-antara di mana produk energi
bebas
produk lebih rendah daripada energi bebas reaktan.
Jika reaksi
antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan dengan puncak
kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan elektron
spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang
terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas.
Sistem pada titik ini disebut kompleks teraktivasi. Di dalam teori
keadaan transisi, starting material dan kompleks teraktivasi
dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K‡. Menurut teori
ini, semua kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan kecepatan
yang sama sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi
kesetimbangan antara starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu
nilai K‡. ∆G‡ dihubungkan ke K‡ dengan persamaan
:
∆G‡ =
-2,3RT log K‡
sehingga suatu
nilai ∆G‡ yang lebih
tinggi adalah disertai dengan suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil.
Kecepatan hampir semua reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu karena
penambahan energi dapat membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi.
Sejumlah reaksi tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K‡ tidak terbatas
dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses seperti itu dikatakan
terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Entalpi aktivasi
(∆H‡) adalah
perbedaan energi ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi)
antara senyawa starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan
reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan
transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ∆H‡. Adalah benar
bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru, tapi jika hal
ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat berpengaruhi pada ∆H dan bukan ∆H‡.
Entropi aktivasi
(∆S‡) yang merupakan
perbedaan entropi antara senyawa starting material dengan keadaan
transisi menjadi penting jika dua molekul yang bereaksi saling mendekati
satu sama lain dalam suatu orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai
contoh, reaksi antara alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion
hidroksida menghasilkan alkena terjadi hanya jika dalam keadaan
transisi, reaktan berorientasi seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya
OH- mendekati hidrogen tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti
terhadap klor.
Reaksi karbonil merupakan contoh reaksi yang menarik
untuk membahas kontrol reaksi. Hal ini dikarenakan banyaknya produk yang bisa
saja terbentuk jika tidak dikontrol secara ketat. Ini berkaitan dengan adanya
“diverse reactivity” senyawa karbonil. Di satu sisi dia bisa berperilaku
sebagai elektrofil, namun juga bisa bersifat nukleofil pada kondisi tertentu. Satu
contoh misalnya pada reaksi Aldol, dengan 2 reaktan (A dan B) yang sama-sama mempunyai
hidrogen alfa, maka kemungkinan reaksi yang terjadi: A + A, A + B, B + A, dan B
+ B. Artinya, selain adanya kondensasi silang, juga terdapat selfcondensation. Belum
selesai masalah tersebut jika ternyata senyawa A ata B berupa molekul asimetri
sehingga adanya 2 kemungkinan H alfa yang menghasilkan intermediet yang berbeda
(regioselektivitas).
Kemoselektivitas
adalah
memilih untuk dapat mereaksikan salah satu gugus fungsional dari dua gugus yang
berada pada satu molekul. Contoh pada senyawa karbonil, yang bisa berperan
sebagai nukleofil (sebagai enolat) dan juga elektrofil.

Regioselektivitas
adalah
memilih untuk dapat mereaksikan salah satu dari gugus fungsional yang sama pada
satu molekul. Contoh keton asimetris, yang memiliki dua atom C alfa yang bisa
berperan sebagai nukleofil.
Pertanyaanya : Kesetimbangan yang bagaimana yang dapat mengontrol reaksi mekanik dan reaksi termodinamik pada reaksi senyawa organik ?
BalasHapus